Kitab Jomblo: Jomblo Psikis (Part II)



Banyak faktor yang mendukung timbulnya gangguan jiwa yang merupakan perpaduan dari beberapa aspek yang saling mendukung yang meliputi Biologis, psikologis, sosial, lingkungan (environmental). Tidak seperti pada penyakit jasmaniah, sebab-sebab gangguan jiwa adalah kompleks. Pada seseorang dapat terjadi penyebab satu atau beberapa faktor dan biasanya jarang berdiri sendiri. Mengetahui sebab-sebab gangguan jiwa penting untuk mencegah dan mengobatinya. Umumnya sebab-sebab gangguan jiwa dibedakan atas :
a. Sebab-sebab jasmaniah atau biologik
b. Sebab-sebab kejiwaan atau psikologik
c. Sebab-sebab yang berdasarkan kebudayaan.
Untuk mengetahui mana penyebab yang asli dan mana yang bukan perlu diketahui dua istilah, yaitu : sebab yang memberikan predisposisi adalah faktor yang menyebabkan seseorang menjadi rentan atau peka terhadap suatu gangguan jiwa (genetik, fisik atau latar belakang keluarga atau sosial). Sebab yang menimbulkan atau pencetus langsung adalah faktor traumatis langsung menyebabkan gangguan jiwa (kehilangan harta pekerjaan atau kematian, cendera berat, perceraian dan lain-lain. Masa remaja dikenal sebagai masa gawat dalam perkembangan kepribadian, sebagai masa “badai dan stres”. Dalam masa ini individu dihadapi dengan pertumbuhan yang cepat, perubahan-perubahan badaniah dan pematangan sexual. Pada waktu yang sama status sosialnya juga mengalami perubahan, bila dahulu ia sangat tergantung kepada orangtuanya atau orang lain, sekarang ia harus belajar berdiri sendiri dan bertanggung jawab yang membawa dengan sendirinya masalah pernikahan, pekerjaan dan status sosial umum. Kebebasan yang lebih besar membawa tanggung jawab yang lebih besar pula. Perubahan-perubahan ini mengakibatkan bawha ia harus mengubah konsep tentang diri sendiri. Tidak jarang terjadi “krisis identitas” (Erikson, 1950). Ia harus memantapkan dirinya sebagai seorang individu yang berkepribadian lepas dari keluarganya, ia harus menyelesaikan masalah pendidikan, pernikahan dan kehidupan dalam masyarakat. Bila ia tidak dibekali dengan pegangan hidup yang kuat, maka ia akan mengalami “difusi identitas”, yaitu ia bingung tentang “apakah sebenarnya ia ini” dan “untuk apakah hidup ini”. Sindroma ini disebut juga “anomi”, remaja itu merasa terombang ambing, terapung-apung dalam hidup  tanpa tujuan tertentu. Banyak remaja sebenarnya tidak membernontak, akan tetapi hanya sekedar sedang mencari arti dirinya sendiri serta pegangan hidup yang berarti bagi mereka. Hal “badai dan stres” bagi kaum remaja ini sebagian besar berakar pada struktur sosial suatu masyarakat. Ada masyarakat yang membantu para remaja ini dengan adat-istiadatnya sehingga masa remaja dilalui tanpa gangguan emosional yang berarti. Kebanyakan kebutuhan kita hanya dapat diperoleh melalui hubungan dengan orang-orang lain. Jadi cara kita berhubungan dengan orang lain sangat mempengaruhi kepuasan hidup kita. Kegagalan untuk mengadakan hubungan antar manusia yang baik mungkin berasal dari dan mengakibatkan juga kekurang partisipasi dalam kelompok dan kekurangan identifikasi dengan kelompok dan konformitas (persesuaian) yang berlebihan dengan norma-norma kelompok (seperti dalam “gang” atau perkumpulan-perkumpulan rahasia para remaja). Secara garis besar dapat dikatakan bahwa kemampuan utama dalam hidup dan dalam menyesuaikan diri memerlukan “penerapan” tentang beberapa masalah utama dalam hidup, seperti pernikahan, ke-orangtua-an, pekerjaan dan hari tua. Di samping kemampuan umum ini dalam bidang badaniah, emosional, sosial dan intelektual, kita memerlukan persiapan bagi masalah[1]

Menurut American Psychiatric Association (1994), gangguan mental adalah gejala atau pola dari tingkah laku psikologi yang tampak secara klinis yang terjadi pada seseorang dari berhubungan dengan keadaan distress (gejala yang menyakitkan) atau ketidakmampuan (gangguan pada satu area atau lebih dari fungsi-fungsi penting) yang meningkatkan risiko terhadap kematian, nyeri, ketidakmampuan atau kehilangan kebebasan yang penting dan tidak jarang respon tersebut dapat diterima pada kondisi tertentu. Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam ada yang bersumber dari berhubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbatas, kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak (Djamaludin, 2001). Para ahli psikologi berbeda pendapat tentang sebab-sebab terjadinya gangguan jiwa. Menurut pendapat Sigmund Freud dalam Maslim (2002), gangguan jiwa terjadi karena tidak dapat dimainkan tuntutan id (dorongan instinctive yang sifatnya seksual) dengan tuntutan super ego (tuntutan normal social). Orang ingin berbuat sesuatu yang dapat memberikan kepuasan diri, tetapi perbuatan tersebut akan mendapat celaan masyarakat. Konflik yang tidak terselesaikan antara keinginan diri dan tuntutan masyarakat ini akhirnya akan mengantarkan orang pada gangguan jiwa. Terjadinya gangguan jiwa dikarenakan orang tidak memuaskan macam-macam kebutuhan jiwa mereka. Beberapa contoh dari kebutuhan tersebut diantaranya adalah pertama kebutuhan untuk afiliasi, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan diterima oleh orang lain dalam kelompok. Kedua, kebutuhan untuk otonomi, yaitu ingin bebas dari pengaruh orang lain. Ketiga, kebutuhan untuk berprestasi, yang muncul dalam keinginan untuk sukses mengerjakan sesuatu dan lain-lain. Ada lagi pendapat Alfred Adler yang mengungkapkan bahwa terjadinya gangguan jiwa disebabkan oleh tekanan dari perasaan rendah diri (infioryty complex) yang berlebih-lebihan. Sebab-sebab timbulnya rendah diri adalah kegagalan di dalam mencapai superioritas di dalam hidup. Kegagalan yang terus-menerus ini akan menyebabkan kecemasan dan ketegangan emosi. Dari berbagai pendapat mengenai penyebab terjadinya gangguan jiwa seperti yang dikemukakan diatas disimpulkan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh karena ketidak mampuan manusia untuk mengatasi konflik dalam diri, tidak terpenuhinya kebutuhan hidup, perasaan kurang diperhatikan (kurang dicintai) dan perasaan rendah diri. (Djamaludin dan Kartini, 2001).[2]

Pribadi yang termasuk jomblo psikis adalah jomblo diakibatkan sikap obsessive, traumatik terhadap sesuatu dan seterusnya, jomblo psikis bisa juga dapat terbentuk karena faktor tumbuh dari  keluarga yang kurang harmonis. Jomblo psikis dapat juga memuat tipe jomblo lain yaitu jomblo main-main. Jomblo main-main adalah seorang yang mengaku diri jomblo namun untuk mengisi hari-harinya, ia membangun hubungan tanpa status dengan lawan jenis satu atau lebih, atau bisa juga membangun hubungan lawan jenis kepada seorang yang sama atau berbeda-beda. Faktor jomblo main-main dapat juga disebabkan oleh gangguan psikis karena trauma atau disebabkan pengaruh pergaulan yang buruk atau trauma terhadap hubungannya dengan orang lain dimasa lampau. Rata-rata jomblo tipe seperti ini tidak mempunyai komitmen atau ikatan batin atau perasaan cinta yang kuat terhadap lawan jenis, semua hubungan yang ia jalin kepada orang lain adalah main-main atau tidak serius, namun memungkinkan terjalinya hubungan “main-main” tersebut tidak jarang menuai dampak sangat serius.

0 komentar:

Posting Komentar